Jumat, 12 Oktober 2012

Sebuah nilai untuk kue apem

Kisah ini terjadi saat saya masih duduk di kelas dua disalah satu sekolah  menengah pertama di kota Kudus. Saat itu masih ingat didalam ingatan saat ibu guru program pelajaran muatan lokal tata boga memberikan tugas untuk minggu depan untuk membuat salah satu kue. Tema macam kuenya bebas dan kami harus membuatnya secara berkelompok. Saat itu sungguh apes karena saya ditolak untuk bergabung disalah satu kelompok. Saya sendiri sampai sekarang tidak tahu mengapa saya ditolak bergabung di salah satu kelompok tersebut. Semangat saya saat itu langsung drop karena memikirkan bagaimana dengan  tugas membuat kue minggu depan?... Lalu sayapun memutuskan untuk menunaikan tugas tersebut secara individu. Sementara fikiran saya jauh melayang ke minggu depannya. Bagaimanakah dengan nanti, saya harus menyiapkan bahan dan peralatan sendiri, dan memasak sendiri di dalam kelas yang belum pernah saya lakukan sebelumnya. Akhirnya saat sehari sebelum membuat tugas presentasi membuat kue dikelas saya menyemangati diri sendiri bahwa saya bisa!!!.

Akhirnya pikiran aku spontan untuk membuat kue Apem. Kue tradisional Indonesia yang begitu mudah dibuat dan bahan-bahannya juga mudah didapat. Ketika saya melihat kelompok lain saya sempat minder sendiri karena mereka membuat kue yang beraneka ragam dan terkesan mewah. Ada yang membuat kue crackers isi daging , bolu kukus, berbagai macam roti, sedangkan saya cuma membuat kue Apem. Saat itu saya dengan sabar memarut kelapa untuk membuat santan yang kental, lalu menyampurnya dengan beberapa gram tepung beras, gula pasir, sedikit garam dan fermipan. Setelah bahan-bahan tercampur semua lantas saya memanaskan cetakan kue apem  di atas api kecil kompor. Setelah cetakan panas dengan hati-hati saya memasukkan adonan kue apem tersebut ke dalam cetakan. Setelah beberapa lama saya rasa cukup bahwa kue telah matang saya mengangkatnya dari cetakan dan menyajikan di atas piring. Tidak ada penghias atau pemanis apapun di atas piring selain kue apem tersebut. Yang membuat saya lega bahwa kue apem yang saya buat tidak hangus. Akhirnya dengan ragu-ragu saya mengumpulkan hasil pekerjaan kelas ke guru tata boga tersebut. Perasaan was-was selalu muncul kalau-kalau kue apem saya ditertawakan oleh kelompok lain karena kue-kue yang lain terlihat lebih cantik dengan hiasan-hiasan yang indah dipiring. 

Akhirnya setelah semua terkumpul tahap penilaian pun segera dimulai. Saat nilai diumumkan tiba-tiba saya tidak percaya bahwa nilai kue apemku mendapatkan nilai yang sempurna. Kue apemku mendapatkan nilai 10. Sungguh saya tidak percaya bahwa kue apem yang saya buat tersebut bisa mengalahkan kue-kue yang lain dengan rasa dan penampilannya jauh lebih baik. Setelah penilaian ibu guru tata boga menjelaskan kenapa kue apem yang saya buat mendapatkan nilai 10. Bahwa saat saya membuat kue apem tersebut ada beberapa ibu guru yang kebetulan lewat di luar kelas memperhatikan saya pada saat sedang memarut kelapa. Beberapa guru tadi tersenyum dengan cara saya memarut kelapa dan memerasnya dengan begitu hati-hati khas anak kecil yang sedang belajar memasak. Terus nilai kue apem tersebut sempurna dikarenakan saya membuatnya secara individu. Saya menyiapkan semuanya dan membuatnya sendiri. Itulah yang menyebabkan nilai kue apem tersebut begitu istimewa dan begitu sempurna. Dan pemilihan  menu kue yang dirasa unik karena saya memilih kue tradisional ini yang sekarang sudah jarang digemari mayarakat umum.  Rasa kue apem memang lezat apabila dikerjakan dengan sabar dan hati-hati.

Itulah yang menyebabkan saya mulai berfikir, bahwa mengerjakan sesuatu secara berkelompok memang lebih baik tetapi tidak ada salahnya apabila disaat terdesak untuk berusaha sendiri untuk hasil yang lebih baik. Karena disaat sendiri kita tidak benar-benar sendiri. Ada Allah yang membimbing dan menemani kita.