“Semua penumpang nomer penerbangan … dengan tujuan … diharap segera
menuju tempat pemberangkatan, bersiap tinggal landas.” Suara itu
menggema di setiap sudut bandara. Salah seorang dai kebetulan juga duduk
di sanag, mengemasi kopernya dan bertekad pergi ke bumi Allah yang luas
untuk berdakwah. Mendengar panggilan itu, tiba-tiba hatinya merasa
marah. Ia tahu betul mengapa banyak orang pergi ke daerah itu, terutama
kaum muda. Tiba-tiba, Syekh ini melihat dua pemuda yang usianya
kira-kira sama atau lebih sedikit. Penampilan keduanya menunjukkan
mereka hendak pergi ke daerah itu untuk tujuan bersenang-senang yang
diharamkan.
“Mereka berdua harus diselamatkan sebelum terlambat,” kata Syekh
membatin. Ia bertekad untuk mendatangi dua pemuda itu dan menasihatinya.
Setan menghadangnya dan berkata, “Apa urusanmu dengan mereka berdua?
Biarkan mereka menempuh jalannya sendiri-sendiri. Mereka tidak akan
menghiraukanmu.”
Tapi, tekad Syekh sudah bulat. Ia kenal betul dengan tipu daya setan.
Karena itu, ia ludahi wajah setan itu, kemudian berlalu. Di depan pintu
keluar, Syekh tersebut menghentikan dua pemuda itu. Setelah mengucapkan
salam, ia menasihati mereka. Sebuah nasihat yang berkesan dan bermakna.
Ia katakan kepada mereka berdua, ‘Bagaimana jika pesawat mengalami
kecelakaan dan kalian dijemput ajal dalam keadaan mengantongi niat
seperti ini? Dengan muka macam apa kalian akan menghadap Tuhan di Hari
Kiamat?’
Air mata dua pemuda itu bercucuran. Kedua hatinya tersentuh oleh
nasihat Syekh tadi. Mereka kemudian bangkit dan menyobek tiket pesawat
seraya berkata, ‘Wahai Syekh, kami telah membohongi keluarga. Kami
bilang pada mereka akan pergi ke Makkah. Bagaimana ini? Apa yang harus
kukatakan pada mereka?’ Kebetulan saat itu Syekh bersama salah seorang
muridnya. Ia katakan padanya, ‘Pergilah kalian bersama saudaramu ini, ia
akan memperbaiki keadaan kalian.’ Kedua pemuda itu pergi bersama
sahabatnya. Mereka berniat tinggal bersamanya selama satu minggu,
kemudian baru kembali ke keluarganya masing-masing.
Malam itu, di rumah pemuda murid Syekh, seorang dai menyampaikan
wejangan yang semakin mengobarkan semangat keduanya. Setelah itu, kedua
pemuda tersebut bertekad akan berangkat ke Makkah untuk menunaikan
umrah. Begitulah, manusia menghendaki sesuatu, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala menghendaki
yang lain. Di pagi hari, Setelah semua menunaikan shalat Subuh, mereka
bertiga berangkat ke Makkah. Setelah berihram dari miqat, di tengah
jalan, itulah akhir dari segalanya. Di tengah jalan, itulah penutup
segala sesuatu. Dan, di tengah jalan, itulah perpindahan ke negeri
akhirat.
Kecelakaan tragis menimpa mereka. Ketiganya meregang nyawa sebagai
korbannya. Darah suci mereka bercampur kepingan kaca yang berserakan.
Sambil menarik papas terakhir, mereka meneriakkan, Labbaik Allahumma labbaik… Labbaik Allahumma labbaik… Labbaik la syarika laka labbaik. Tahukah
engkau, berapa rentang waktu antara kematian mereka dengan disobeknya
tiket pesawat menuju daerah yang tidak jelas itu? Hanya beberapa hari,
bahkan hanya dalam hitungan jam. Tetapi, Allah berkehendak memberikan
hidayah dan keselamatan pada mereka. Sesungguhnya hanya Allah-lah yang
mengetahui hikmah segala sesuatu. Mahasuci Allah! [al-Aiduna Ilallah hal.139]
Sumber: Buku ”Kisah Orang-Orang Shaleh Dalam Mendidik Anak, Pustaka al Kautsar
Artikel: www.kisahislam.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar